Kujang
penuh dengan misteri. Dikatakan bahwa Kujang didalamnya memiliki sebuah
kekuatan magis dengan maksud yang penuh rahasia (gaib). Menambahkan di
dalam figure Kujang yang sesungguhnya, terletak/terdapat suatu filosofi
Orang Sunda Kuno dengan filosofi Warisan Hindu. Adalah jelas sekali dari
sebelumnya bahwa “pedang” mistik ini telah diciptakan lebih sebagai azimat, a
symbolical object d’art, daripada sebagai sebuah senjata.
Ciptaan
asli dari Kujang sebenarnya terinspirasi dari sebuah alat kebutuhan pertanian.
Alat ini tekah dipergunakan secara luas pada abad ke-4 sampai dengan abad ke-7
Masehi. Kujang terbaru dibuat sedikit berbeda from the tilling implements
fashioned by the pandai besi terkenal, Mpu Windusarpo, Mpu Ramayadi, dan Mpu
Mercukundo, sebagaimana yang dapat kita lihat di museum lokal. Hanya saja pada
abad ke-9 sampai dengan abad ke-12 Masehi wujud dari Kujang berbentuk seperti
yang kita kenal sekarang ini. Pada tahun 1170 terjadi perubahan pada Kujang.
Nilai Kujang sebagai sebuah jimat atau azimat telah diakui secara
berangsur-angsur oleh raja dan bangsawan dari Kerajaan Pajajaran Makukuhan,
khususnya pada masa pemerintahan Prabu Kudo Lalean. Pada waktu di salah satu
tempat bertapanya, Kudo Lalean mendapat ilham untuk mendesain ulang bentuk dari
Kujang dengan menyesuaikan bentuknya dengan bentuk dari Pulau “Djawa Dwipa”,
yang dikenal sebagai Jawa pada saat itu. Dengan segera raja menugaskan keluarga
kerajaan pandai besi, Mpu Windu Supo, untuk membuat mata pisau (Kujang) yang
ada di dalam pikirannya. Ini telah menaruh sifat-sifat mistik dan filosofi
spiritual; sebuah objek bertenaga gaib, unik didalam desainnya, sesuatu yang pada
generasi mendatang akan selalu berasosiasi dengan Kerajaan Pajajaran Makukuhan.
Setelah
masa meditasinya, Mpu Windu Supo menetapkan bayangan dari Kudo Lalean
(visualisasi) dan memulainya dengan membuat sebuah prototype (bentuk
dasar/purwa rupa) Kujang tersebut. Kujang ini memiliki 2 buah karakteristik
yang mencolok: bentuknya yang menyerupai Pulau Jawa dan terdapat 3 lubang di
suatu tempat pada mata pisaunya.
Membuat
pisau Kujang yang menyerupai bentuk Pulau Jawa mengartikan cita-cita akan
penyatuan kerajaan-kerajaan kecil Jawa menjadi satu kerajaan, yang dikepalai
oleh Raja Kerajaan Makukuhan. Tiga lubang pada pisaunya untuk melambangkan
Trimurti, atau tiga aspek Ketuhanan dari agama Hindu, yang juga ditaati oleh
Kudo Lalea. Tiga aspek Ketuhanan menunjuk kepada Brahma, Vishnu, dan Shiva.
Trinitas Hindu (Trimurti) juga digambarkan/diwakilkan dengan 3 kerajaan utama
pada masanya, secara berturut-turut, Kerajaan Pengging Wiraradya, berlokasi di
bagian Timur Jawa; Kerajaan Kambang Putih, berlokasi di north-east of island;
dan Kerajaan Pajajaran Makukuhan, berlokasi di Barat.
Bentuk
Kujang berkembang lebih jauh pada generasi mendatang. Model-model yang berbeda
bermunculan. Ketika pengaruh Islam tumbuh di masyarakat, Kujang telah dibentuk
ulang menyerupai huruf Arab “Syin”. Ini sebagian muslihat dari wilayah
Pasundan, Prabu Kian Santang, yang merasa khawatir untuk merubah rakyat menjadi
Islam. Mengetahui bahwa Kujang menyimpan filosofi Hindu dan agama dari kultur
yang ada, para raja muslim, imam dan guru, khawatir untuk menyebarkan Islam dan
menyebarkan ajarannya, membuat ulang Kujang untuk menggambarkan dasar dari
agama mereka. Syin adalah huruf pertama dalam sajak (kalimat) syahadat dimana
stiap manusia bersaksi akan Tuhan yang Esa dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya.
Dengan mengucapkan kalimat syahadat, ia (tiap manusia) secara otomatis masuk
Islam. Modifikasi Kujang memperluas area mata pisau dimana secara geografis
sesuai kepada Pasundan atau Jawa bagian Barat untuk menyesuaikan diri dengan
bentuk dari huruf Syin. Kujang model terbaru seharusnya dapat mengingatkan si
pemiliknya dengan kesetiannya kepada Islam dan ajarannya. 5 lubang pada Kujang
telah menggantikan makna Trimurti. Kelima lubang ini melambangkan 5 tiang dalam
Islam (rukun Islam). Dengan pengaruh agama Islam, beberapa model Kujang
melukiskan inter-blending penghapusan paduan akan 2 style/gaya dasar dari
Kujang yang didesain oleh Prabu Kudo Lalean dan Prabu Kian Santang.
Sekarang
ini, Kujang biasa dipajang untuk mendekorasi rumah yang diyakini bisa membawa
semacam keberuntungan, memberikan perlindungan, kehormatan, dll. Kujang
biasanya dipajang berpasangan di dinding dengan mata pisau yang tajam sebelah
dalam saling berhadapan. Ini merupakan tabu/larangan, bagaimanapun, tidak
seorangpun boleh mengambil fotonya sedang berdiri diantara 2 Kujang tersebut,
ini akan menyebabkan kematian terhadap orang tersebut didalam waktu 1 tahun,
tidak lebih tapi bisa kurang. Saya telah diyakinkan oleh seorang praktisioner
senior Kejawen mengenai kebenaran hal ini, sebagaimana beliau telah menyaksi
sendiri. Kenapa kejadian ini tidak diketahui secara pasti, kita mungkin
menganggap ini sebagai takhayul, suatu kebetulan atau synchronicity tetapi di
balik setiap fenomena hukum alam dan itelejensi/kecerdasan bekerja; kita hanya
perlu mencaritahu apakah hukum tersebut dan kesiapan fikir/pemikiran tentang
kecerdasan metafisika mengarah pada hukum tersebut untuk mengetahui alasan atas
keganjilan.
0 komentar:
Posting Komentar