Senin, 27 Mei 2013

KUJANG ?


Ada sebuah senjata unik yang pada mulanya berasal dari daerah Jawa Barat, tepatnya di Pasundan (Sunda). Senjata ini dikenal dengan nama Kujang. Tak adanya kata yang pantas di dalam bahasa Inggris, sehingga Kujang dianggap sama dengan “sickle” (= arit/sabit), sekalipun wujudnya menyimpang dari bentuk asli sebuah arit/sabit. Tidak sama juga dengan “scimitar” yang  bentuknya cembung. Dan di Indonesia sendiri arit/sabit sebetulnya disebut “chelurit” (celurit). Kehidupan orang-orang Jawa di sebelah Timur Pulau Jawa menyebut Kujang sebagai ”kudi”. Bagi mereka yang tidak mengetahui, penduduk asli Pulau Jawa tidak semuanya asli orang Jawa. Di bagian Barat Pulau Jawa mayoritas diduduki oleh etnik Sunda. Dan Kujang merupakan satu-satunya monumen Kota Bogor, Indonesia.
Kujang penuh dengan misteri. Dikatakan bahwa Kujang didalamnya memiliki sebuah kekuatan magis dengan maksud yang penuh rahasia (gaib). Menambahkan di dalam  figure Kujang yang sesungguhnya, terletak/terdapat suatu filosofi Orang Sunda Kuno dengan filosofi Warisan Hindu. Adalah jelas sekali dari sebelumnya bahwa “pedang” mistik ini telah diciptakan lebih sebagai azimat, a symbolical object d’art, daripada sebagai sebuah senjata.
Ciptaan asli dari Kujang sebenarnya terinspirasi dari sebuah alat kebutuhan pertanian. Alat ini tekah dipergunakan secara luas pada abad ke-4 sampai dengan abad ke-7 Masehi. Kujang terbaru dibuat sedikit berbeda from the tilling implements fashioned by the pandai besi terkenal, Mpu Windusarpo, Mpu Ramayadi, dan Mpu Mercukundo, sebagaimana yang dapat kita lihat di museum lokal. Hanya saja pada abad ke-9 sampai dengan abad ke-12 Masehi wujud dari Kujang berbentuk seperti yang kita kenal sekarang ini. Pada tahun 1170 terjadi perubahan pada Kujang. Nilai Kujang sebagai sebuah jimat atau azimat  telah diakui secara berangsur-angsur oleh raja dan bangsawan dari Kerajaan Pajajaran Makukuhan, khususnya pada masa pemerintahan Prabu Kudo Lalean. Pada waktu di salah satu tempat bertapanya, Kudo Lalean mendapat ilham untuk mendesain ulang bentuk dari Kujang dengan menyesuaikan bentuknya dengan bentuk dari Pulau “Djawa Dwipa”, yang dikenal sebagai Jawa pada saat itu. Dengan segera raja menugaskan keluarga kerajaan pandai besi, Mpu Windu Supo, untuk membuat mata pisau (Kujang) yang ada di dalam pikirannya. Ini telah menaruh sifat-sifat mistik dan filosofi spiritual; sebuah objek bertenaga gaib, unik didalam desainnya, sesuatu yang pada generasi mendatang akan selalu berasosiasi dengan Kerajaan Pajajaran Makukuhan.
Setelah masa meditasinya, Mpu Windu Supo menetapkan bayangan dari Kudo Lalean (visualisasi) dan memulainya dengan membuat sebuah prototype (bentuk dasar/purwa rupa) Kujang tersebut. Kujang ini memiliki 2 buah karakteristik yang mencolok: bentuknya yang menyerupai Pulau Jawa dan terdapat 3 lubang di suatu tempat pada mata pisaunya.
Membuat pisau Kujang yang menyerupai bentuk Pulau Jawa mengartikan cita-cita akan penyatuan kerajaan-kerajaan kecil Jawa menjadi satu kerajaan, yang dikepalai oleh Raja Kerajaan Makukuhan. Tiga lubang pada pisaunya untuk melambangkan Trimurti, atau tiga aspek Ketuhanan dari agama Hindu, yang juga ditaati oleh Kudo Lalea. Tiga aspek Ketuhanan menunjuk kepada Brahma, Vishnu, dan Shiva. Trinitas Hindu (Trimurti) juga digambarkan/diwakilkan dengan 3 kerajaan utama pada masanya, secara berturut-turut, Kerajaan Pengging Wiraradya, berlokasi di bagian Timur Jawa; Kerajaan Kambang Putih, berlokasi di north-east of island; dan Kerajaan Pajajaran Makukuhan, berlokasi di Barat.
Bentuk Kujang berkembang lebih jauh pada generasi mendatang. Model-model yang berbeda bermunculan. Ketika pengaruh Islam tumbuh di masyarakat, Kujang telah dibentuk ulang menyerupai huruf Arab “Syin”. Ini sebagian muslihat dari wilayah Pasundan, Prabu Kian Santang, yang merasa khawatir untuk merubah rakyat menjadi Islam. Mengetahui bahwa Kujang menyimpan filosofi Hindu dan agama dari kultur yang ada, para raja muslim, imam dan guru, khawatir untuk menyebarkan Islam dan menyebarkan ajarannya, membuat ulang Kujang untuk menggambarkan dasar dari agama mereka. Syin adalah huruf pertama dalam sajak (kalimat) syahadat dimana stiap manusia bersaksi akan Tuhan yang Esa dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Dengan mengucapkan kalimat syahadat, ia (tiap manusia) secara otomatis masuk Islam. Modifikasi Kujang memperluas area mata pisau dimana secara geografis sesuai kepada Pasundan atau Jawa bagian Barat untuk menyesuaikan diri dengan bentuk dari huruf Syin. Kujang model terbaru seharusnya dapat mengingatkan si pemiliknya dengan kesetiannya kepada Islam dan ajarannya. 5 lubang pada Kujang telah menggantikan makna Trimurti. Kelima lubang ini melambangkan 5 tiang dalam Islam (rukun Islam). Dengan pengaruh agama Islam, beberapa model Kujang melukiskan inter-blending penghapusan paduan akan 2 style/gaya dasar dari Kujang yang didesain oleh Prabu Kudo Lalean dan Prabu Kian Santang.
Sekarang ini, Kujang biasa dipajang untuk mendekorasi rumah yang diyakini bisa membawa semacam keberuntungan, memberikan perlindungan, kehormatan, dll. Kujang biasanya dipajang berpasangan di dinding dengan mata pisau yang tajam sebelah dalam saling berhadapan. Ini merupakan tabu/larangan, bagaimanapun, tidak seorangpun boleh mengambil fotonya sedang berdiri diantara 2 Kujang tersebut, ini akan menyebabkan kematian terhadap orang tersebut didalam waktu 1 tahun, tidak lebih tapi bisa kurang. Saya telah diyakinkan oleh seorang praktisioner senior Kejawen mengenai kebenaran hal ini, sebagaimana beliau telah menyaksi sendiri. Kenapa kejadian ini tidak diketahui secara pasti, kita mungkin menganggap ini sebagai takhayul, suatu kebetulan atau synchronicity tetapi di balik setiap fenomena hukum alam dan itelejensi/kecerdasan bekerja; kita hanya perlu mencaritahu apakah hukum tersebut dan kesiapan fikir/pemikiran tentang kecerdasan metafisika mengarah pada hukum tersebut untuk mengetahui alasan atas keganjilan.

                               

0 komentar:

Posting Komentar